Rabu, 30 Mei 2012

PENETAPAN HARGA TRANSFER DAN PERPAJAKAN INTERNASIONAL


Faktor pajak dan mata uang memiliki pengaruh besar terhadap keputusan investasi, bentuk organisasi, sumber pendanaan, kapan/dimana pengakuan pendapatan/beban, dan harga transfer.
Kebanyakan perusahaan terbebani dengan masalah aturan perpajakan (disamping COGS, Labour, dan Raw Material). Karena aturan perpajakan masing-masing negara berbeda-beda, perusahaan perlu memiliki sistem perencanaan pajak multinasional dan sistem simulasi berbasis komputer sebagai alat bantu yang esensial bagi manajemen.
Perusahan harus memahami perbedaan utama sistem perpajakan nasional, upaya nasional membahas masalah pajak berganda, dan peluang arbitrase antara wilayah yurisdiksi nasional bagi perusahaan multinasional. 
Penetapan harga transfer berperan untuk meminimalkan pajak perusahaan nasional, tetapi juga harus mempertimbangkan konteks perencanaan dan kontrol strategis.

Keanekaragaman Sistem Pajak Nasional
Macam – macam Pajak
1.      Pajak Langsung
2.      Pajak tidak langsung
3.      PPH badan
4.      Pajak pungutan
5.      PPN
6.      Pajak perbatasan
7.      Pajak transfer
Beban Pajak :
1.      Sistem Administrasi Pajak :
§  Sistem Klasik
§  Sistem Integrasi
2.      Insentif Pajak PLN
§  Tax Holiday
§  Tax Haven
3.      Kompetisi Pajak yang membahayakan
4.      Harmonisasi Internasional

Pamajakan Terhadap Sumber Laba dari LN dan Pajak Berganda
Ä      Kredit Pajak LN
Ä      Pembatasan Kredit Pajak
Ä      Perjanjian Pajak
Ä      Pertimbang Mata Uang Asing
Definisi Perencanaan Pajak
v  Pertimbangan Organisasi
v  Perusahaan LN yang dikendalikan dan Laba Subbagian F
v  Induk Perusahaan di LN
v  Perusahaan Penjualan LN
v  Keputusan Pendanaan
v  Penggabungan Kredit Pajak
v  Alokasi Akuntansi Biaya
v  Lokasi dan Penentuan Harga Transfer
Penentuan Harga Transfer Internasional Variabel yang Rumit
Ø  Faktor Pajak
Ø  Faktor Tarif
Ø  Faktor Daya Saing
Ø  Resiko Lingkungan
Ø  Faktor Evaluasi Kinerja
Ø  Kontribusi Akuntansi
Metodologi Penentuan Harga Transfer
·         Harga vs Biaya vs…..?
·         Prinsip Harga Wajar
·         Metode Harga Tidak Terkontrol yang Setara
·         Metode Transaksi Tidak Terkontrol yang Setara
·         Metode Harga Jual Kembali
·         Metode Penentuan Biaya Plus
·         Metode Laba Sebanding
·         Metode Pemisahan Laba
·         Metode Penentuan Harga Lainnya
·         Perjanjian Penentuan Harga Lajutan
·         Praktek Harga Transfer

Praktek Harga Transfer
Setiap perusahaan memang berbeda dari berbagai dimensi. Biasanya setiap perusahaan menjalankan praktek harga transfer sebagai suatu kewajiban
Banyak faktor yang mempengaruhi harga transfer. Tetapi harga transfer memiliki 3 (tiga) tujuan utama, yaitu: 
  1. Mengelola beban pajak (dominan)
  2. Penggunaan operasional transfer pricing (mempertahankan posisi daya saing perusahaan, mempromosikan evaluasi kinerja, memberi motivasi kepada karyawan, mengelola inflasi)
  3. Mengelola resiko nilai tukar asing dan menghilangkan pembatasan atas transfer kas relatif
Sumber : Pak Sigit Sukmono


    

Rabu, 02 Mei 2012

Pengaruh IFRS Terhadap Perusahaan Asuransi


Asuransi sebagai suatu sistem proteksi atas risiko yang dihadapi masyarakat dari kerugian yang bersifat finansial, membutuhkan profesionalisme dari perusahaan asuransi yang mengelolanya. Yaitu dengan menjaga kondisi keuangannya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepercayaan yang tinggi kepada masyarakat.
Peranan asuransi dalam pembangunan nasional tidak hanya dilihat dari jumlah dana yang dapat di”himpun” dari masyarakat, tetapi juga dari banyaknya pembayaran klaim yang dilakukan oleh perusahaan asuransi.
Pengukuran: 
1. Peningkatan penggunaan nilai wajar (fair value)
Standar IFRS banyak menggunakan nilai wajar, terutama untuk properti investasi, beberapa aset tak berwujud, aset keuangan, dan aset biologis. Diperlukan sumber daya yang kompeten untuk menentukan nilai wajar atau bahkan perlu menyewa jasa konsultan penilai terutama untuk aset-aset yang tidak memiliki nilai pasar aktif
   2. Penggunaan estimasi dan “judgement
Akibat karakteristik IFRS yang lebih berbasis prinsip, akan lebih banyak dibutuhkan “judgement” untuk menentukan bagaimana suatu transaksi keuangan dicatat.
Pengungkapan: 
1. Persyaratan pengungkapan yang lebih banyak dan lebih rinci
IFRS mensyaratkan pengungkapan berbagai informasi tentang risiko baik kualitatif maupun kuantitatif. Pengungkapan dalam laporan keuangan harus sejalan dengan data/informasi yang dipakai untuk pengambilan keputusan yang digunakan oleh manajemen.

Industri Asuransi Indonesia dalam tahun 1983 sampai dengan 1985 mengalami kesulitan seperti berikut :
1.     Menderita kerugian yang cukup besar karena hasil underwriting tidak memadai bahkan minus.
2.    Stabilitas keuangan perusahaan asuransi tidak terjamin.
3.    Didalam pasar reasuransi internasional tidak mempunyai reputasi yang cukup baik.
Untuk meningkatkan reputasi industri asuransi Indonesia, diperlukan :
1.     Peningkatan mutu produk dan pasar.
2.    Adanya accounting standard yang berlaku di dalam industri asuransi.
Perusahaan asuransi di Indonesia relatif mengalami kelambatan dalam perkembangan permodalan. Hal ini disebabkan oleh keadaan yang belum memadai untuk memungkinkan pengembangan permodalan tersebut.
Dengan adanya suatu Accounting Standard maka perhitungan hasil usaha menjadi lebih jelas, adanya suatu accounting standard akan memberikan value added bagi industri asuransi dan masyarakat yang akan memberikan dampak positif terhadap pembangunan nasional.

Contoh Kasus :

Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, kontribusi pendapatan premi industri asuransi jiwa pada 2010 telah didominasi produk unitlinked yang mencapai Rp 44,73 triliun atau 58,87% dari total pendapatan premi sebesar Rp 75,98 triliun. Pada 2010, pendapatan premi yang dibukukan perusahaan asuransi jiwa dari produk konvensional hanya Rp 31,25 triliun atau 41,13% dari total kontribusi premi. Kontribusi ini berubah dibandingkan tahun sebelumnya, di mana unitlinked hanya memberikan kontribusi 35,69% atau sebesar Rp 21,5 triliun dari total pendapatan premi Rp 60,24 triliun. Pendapatan premi dari produk asuransi konvensional pada 2009 tercatat 64,29% atau Rp 38,73 triliun. Pendapatan premi dari produk asuransi unitlinked pada 2010 jugatumbuh 108%. Pada tahun 2009, pendapatan premi dari produk asuransi unitlinked meningkat 55,22% dari 2008 yang hanya Rp 13,85 triliun. Sementara itu, pendapatan premi dari produk konvensional pada 2010 turun 19,3%. Hary Prasetyo, Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), perusahaan asuransi jiwa skala besar milik pemerintah, mengatakan aturan PSAK yang akan diterapkan tahun depan akan menahan minat perusahaan memperbesar produk unitlinked. Perusahaan berencana mengeluarkan produk unitlinked baru tahun depan, tetapi target yang ditetapkan tidak akan terlalu besar. Jiwasraya akan lebih fokus kepada produk lain yang nilai preminya dicatatkan utuh dalam pembukuan.Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) berencana mengeluarkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) hasil konvergensi standar akuntansi internasional pada tahun 2012. Menurut pejabat Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, aturan ini diprediksi akan mengurangi pendapatan premi industri asuransi jiwa tahun depan. Benny Waworuntu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa, mengatakan pada 2012 Bapepam-LK akan menerapkan pencatatan PSAK yang memisahkan transaksi premi murni dan premi investasi atau kontrak asuransi dan kontrak investasi. "Nantinya, kontrak investasi atau premi investasi tidak lagi dicatatkan sebagai pendapatan premi dalam laporan keuangan berdasarkan ketentuan yang baru," kata Benny. Penurunan pendapatan premi ini hanya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan, namun nilai pendapatan premi yang diterima perusahaan belum tentu terpengaruh. Selama ini, pencatatn sesuai PSAK 28 dan PSAK 36 belum membedakan perolehan premi yang masuk menurut pemaparan industri asuransi. Penurunan pendapatan premi ini akan terjadi pada perusahaan-perusahaan yang banyak mengandalkan penjualan produk unitlinked. Dalam ketentuan PSAK yang baru tersebut, pemisahan pencatatan pendapatan premi dari kontrak asuransi dan kontrak investasi akan dilakukan perusahaan asuransi sendiri. Benny menilai lebih baik Bapepam-LK yang melakukan pemisahan ini agar terjadi pencatatan yang lebih objektif. "Saat ini, kami masih duduk bersama dengan Dewan Standarisasi Akuntansi untuk membahas hal ini," kata dia. Isa Rachmatawarta, Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, mengatakan banyak peraturan yang akan dikeluarkan Bapepam-LK akhir tahun ini atau awal tahun depan, termasuk ketentuan PSAK yang baru bagi perusahaan asuransi. "Perusahaan asuransi harus siap-siap terhadap ketentuan aturan baru," kata Isa. Sebelumnya, Isa mengatakan pendapatan premi industri asuransi ke depan bisa teridentifikasi, antara perolehan premi proteksi dengan premi investasi. Saat ini, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) masih membahas rancangan PSAK yang mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS) 4. Regulator berkoordinasi dengan organisasi tersebut untuk melakukan konvergensi IFRS 4. Standar Khusus Akuntansi untuk Asuransi Kerugian merupakan standar akuntansi kedua yang khusus mengatur jenis badan usaha tertentu setelah dikeluarkannya. Standar Khusus Akuntansi untuk Koperasi. Standar Khusus ini disusun atas dasar kerja sama antara Ikatan Akuntan Indonesia dan PT. Asuransi Jasa Indonesia. Asuransi sebagai suatu sistem proteksi atas risiko yang dihadapi masyarakat dari kerugian yang bersifat finansial, membutuhkan profesionalisme dari perusahaan asuransi yang mengelolanya. Yaitu dengan menjaga kondisi keuangannya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepercayaan yang tinggi kepada masyarakat. Industri asuransi nasional harus siap-siap beradaptasi dengan pencatatan laporan keuangan baru. Karena Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) akan menerbitkan standar akuntansi keuangan alias PSAK hasil konvergensi standar akuntasi internasional. PSAK yang mencatat laporan keuangan perusahaan asuransi tersebut nantinya akan membedakan transaksi premi murni (proteksi) dengan premi investasi. "Jadi, pencatatan laporan keuangan tidak lagi berdasarkan entitas, melainkan membedakan transaksi premi proteksi dan investasi. Dengan demikian, premi industri asuransi ke depan bisa teridentifikasi, antara perolehan premi proteksi dengan premi investasi. Karena PSAK yang mengatur keuangan perusahaan asuransi, yakni PSAK 28 dan PSAK 36 belum membedakan perolehan premi yang masuk dalam pemaparan akuntansi industri. Saat ini, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) masih menggodok rancangan PSAK yang mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS) 4. Regulator berkoordinasi dengan organisasi tersebut melakukan konvergensi IFRS 4. "PSAK baru ini merupakan terjemahan dari IFRS 4, kemungkinan terbit 2012 mendatang," imbuh Isa. Member of Working Committee Financial Reporting yang khusus dibentuk Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Iwan Pasila mengungkapkan, IFRS 4 yang bakal dirancang dalam PSAK 62 ini untuk membedakan pencatatan kontrak asuransi dan bukan kontrak asuransi. Saat ini, pihaknya mengklaim, sepakat dan akan terus memberikan masukan kepada IAI. Iwan menjelaskan, sebetulnya aturan pencatatan keuangan perusahaan asuransi ini cukup baik mengikuti perkembangan standar internasional. "Tidak bisa dipungkiri, belum seluruh pelaku industri siap. Apalagi, karena ketentuan pencadangan. Ketentuan dengan metode berteknologi canggih ini belum bisa diimplementasikan menyeluruh," pungkasnya. Selain itu, banyak pekerjaan rumah yang harus diberlakukan industri asuransi nasional. Misalnya, bagaimana perusahaan asuransi beralih menyeragamkan pencatatan akuntansi yang biasa dilakukannya dengan mengikuti standar internasional. Seperti, sistem pencatatan, basis teknologi yang memadai, termasuk sumber daya manusia. Ketika dikonfirmasi, Ketua AAJI Hendrisman Rahim mengaku belum mengetahui rancangan PSAK yang mengatur pemisahan transaksi premi proteksi dan investasi tersebut. Namun, Hendrisman mengungkapkan, pihaknya mendukung pencatatan akuntansi perusahaan asuransi agar sesuai standar internasional. Vice President Asuransi Aviva Indonesia, Albert Wanandi mengungkapkan hal senada. Ia mengatakan, belum mengetahui rencana regulator mengadopsi IFRS 4. "Namun, secara prinsip, kami mendukung pemisahan transaksi premi proteksi dengan investasi. Pencatatan akuntansi perusahaan asuransi ini mencoba mengikuti.
Sumber :